18 August 2023

ASAL USUL KOTA WONOGIRI



Suatu ketika di Demak akan didirikan

sebuah Masjid Agung


sebagai pusat penyebaran agama islam.


Digelar sebuah rapat besar oleh Raden Patah

bersama para Walisongo.


Hingga diputuskan setiap wali mencari

tiang penyangga dari kayu jati


yang sudah tua, besar dan tinggi.


Segera para Walisongo berangkat

mencari bahan tiang penyangga sesuai kesepakatan.


Tak terkecuali Sunan Giri,


berangkatlah dia mencari kayu ke daerah selatan.


Perjalanan memakan waktu cukup panjang,


berhari-hari Sunan Giri masuk keluar hutan,


akan tetapi tidak menemukan kayu jati

sesuai dengan yang diinginkan. 


Hingga tibalah Sunan Giri pada satu daerah

yang penuh hutan dan berbukit-bukit.


Dengan kekuatan mata batin yang luar biasa,


Sunan Giri merasa disetiap langkahnya

ada yang mengikuti.


Akan tetapi dengan tetap berprasangka baik

dia membiarkannya.


Bahkan Sunan Giri sering bercanda

dengan berpura-pura berlari


dan menyembunyikan diri dibalik pepohonan.


Sambil mengintip apakah orang itu

masih membuntutinya.


Melihat yang sedang dibuntuti lari,

orang tersebut segera menyusulnya.


Begitu juga ketika Sunan Giri sedang bersembunyi,

orang tersebut berusaha mencari hingga menemukannya.


Namun anehnya ketika Sunan Giri berusaha

untuk menatap wajahnya.


Orang tersebut cepat-cepat

menyembunyikan jati dirinya. 


Hingga tibalah Sunan Giri pada sebuah bukit kecil

yang di bawahnya mengalir Sungai Bengawan Solo.


Tempat ini sebenarnya banyak

ditumbuhi pohon Jati


hanya saja masih terlalu pendek untuk

dijadikan sebuah tiang masjid.


Karena kelelahan Sunan Giri beristirahat

dibawah pohon jati yang mulai meranggas daunnya.


Diliriknya sosok yang sedang membututinya

dan sedang bersembunyi di balik pohon. 


Ulah sosok misterius ini terasa

mengganggu Sunan Giri.


Sunan Giri kemudian memanjatkan doa

memohon petunjuk kepada Allah,


apa yang harus dilakukan

terhadap sosok misterius ini.


Maka ditancapkannya tongkat Sunan Giri

dan dia melanjutkan perjalanan.


Peristiwa aneh terjadi,

sosok itu tak lagi membuntuti sang Sunan.


Hanya mendekati dan menunggu tongkat

yang tertancap di tanah.


Dipikirnya Sunan Giri masih bersemedi

bersama tongkatnya,


padahal dia sudah melanjutkan

 jauh menuju ke arah timur. 


Saat melakukan perjalanan, 

Sunan Giri merasa heran dengan wilayah yang dilaluinya.


Sejauh mata memandang hanya menemui

hutan lebat dan gunung-gunung.


Hingga sampailah Sunan disebuah hutan jati

yang begitu lebat dan sangat luas.


Gembira hati sang Sunan,

karena perjalanannya selama ini tak sia-sia.


Namun ada yang mengganjal di pikirannya.


Perasaan yang awalnya senang kini diliputi oleh keraguan,

sang Sunan khawatir si pemilik hutan


tak mengizinkan kayu itu diminta

atau ditukar sesuatu. 


“ Sungguh tak mungkin hutan ini tak bertuan.”


Sunan Giri pun mencari pemilik hutan itu.


Dengan berjalan mengelililingi hutan

mengikuti jalan setapak.


Hampir saja dia menyerah dan

memilih untuk beristirahat sejenak.


Akan tetapi tak jauh dari tempat itu

nampak sebuah pondok kecil dan sederhana.


Bergegaslah Sunan Giri mendatangi pondok itu. 


" Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh....! “


" Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh....! “


"Mencari siapa, Kisanak ?"


“ Maafkan jika kedatangan saya mengganggu,

sebelumnya bolehkah saya bertanya ?”


“ Apakah Kisanak tersesat ? “


“ Oh tidak, saya hanya ingin bertanya,

siapakah pemilik hutan ini ? “


“ Owhh baik silahkan masuk !"


“ Silahkan duduk dulu kisanak.

Maaf kursinya reyot “ 


“ Sayalah yang seharusnya meminta maaf

karena telah mengusik ketenangan kisanak.”


" Sebelum saya jawab,

tentu tidak ada salahnya jika saya bertanya.


Siapa kisanak dan dari mana asalnya ?

Serta apa tujuannya sampai di hutan ini ? "


" Beribu maaf jika kedatangan saya

di tempat ini dianggap lancang,


Saya adalah Giri.

Saya abdi dalem Sultan Demak Bintoro...."


Belum selesai perkataan Sunan Giri, 

laki-laki itu turun dari kursinya


dan bertindak akan menghaturkan sembah,

namun segera sang Sunan mencegahnya.


“ Kita ini sama-sama hamba Allah, kisanak.


Tak ada yang berarti di hadapannya

kecuali iman dan amal kita. “


“ Perkenalkan hamba Ki Donosari,

pemilik hutan ini!


Apapun keinginan kanjeng Sunan.

Hamba persilahkan !


termasuk mengambil pohon yang diperlukan. “


“ Terima kasih Ki atas kemurahan hati

membantu Demak Bintoro.


Tak ada yang dapat saya berikan

sebagai ucapan terima kasih. “


Usai berbincang Sunan Giri dan Ki Donosari

menuju satu pohon jati yang besar, lurus dan berumur tua.


Pohon jati ini diberi nama Jati Cempurung.


Setelah yakin dengan pilihannya,

Sunan Giri segera menebang pohon ini. 


Karena ukuran batang pohon yang begitu besar

membuat Sunan Giri kerepotan untuk membawanya.


“ Sungai apakah itu Ki? ”


“ Itu sungai Keduang kanjeng, yang alirannya

nanti sampai ke Bengawan Solo. “


“ Begini ki, bantulah saya untuk

menghanyutkan kayu ini ke Sungai Keduang itu,


nanti saya akan mengawalnya

hingga mendekati Demak. “


Kemudian Ki Donosari memerintahkan

seorang pesinden untuk naik batang Jati Cempurung


sambil melantunkan tembang macapat.


Meskipun aneh tetapi Jati Cempurung

terasa lebih ringan ketika dibawa menuju sungai Keduang.


Akhirnya sampailah mereka membawa pohon itu

dipinggiran sungai.


Sunan Giri menyampaikan rasa

terimakasih kepada Ki Donosari atas kemurahan hati


memberi Jati Cempurung dan membantu membawanya.


“ Sepanjang perjalan yang saya lihat tidak lain

hanyalah hutan-hutan dan gunung-gunung,


karena itu saksikanlah daerah ini

ku beri nama Wonogiri,


kelak daerah ini akan ramai dan dihuni orang.


“ Wonogiri, Kanjeng Sunan? “


“ Benar, Wono berati hutan dan Giri berarti gunung. “


“ Baiklah kanjeng Sunan,

saya akan menjadi saksi bahwa daerah ini diberi nama 

Wonogiri.


Sunan Giri juga sempat menamakan hutan itu Donoloyo.


Begitu juga Ki Donsari berganti nama

menjadi KI Ageng Donoloyo.


Selanjutnya Sunan Giri mengawal kayu Jati

yang hanyut di Sungai Keduang


hingga sampai ke Bengawan Solo.


Setibanya Sunan Giri dibukit tempat

dahulu menancapkan tongkatnya.


Dia berencana mengambil kembali tongkat itu.


Namun dia keheranan karena melihat

orang yang dulu membututinya masih menunggui tongkatnya.


Segera Sunan Giri menghampiri sosok misterius itu

dengan perlahan,


serta menepuk pundak sosok itu, terkejutlah dia.


Karena orang dia awasi,

tiba-tiba berada dibelakangnya


hingga tak mampu berkata-kata.


“ Maaf kisanak karena membuatmu terkejut,


sebenarnya aku tahu kisanak ini

membuntutiku selama perjalanan beberapa waktu lalu. "


" Maaf, Maafkan hamba !"


Siapakah kisanak dan punya maksud apa? “


"Hamba Wasingo dan tak punya maksud apa-apa.


Hamba hanya menuruti kata hati

untuk mengikuti Kanjeng Sunan,


akan tetapi hamba takut mendekat. “


“ Baiklah Wasingo. Sebagai tanda perkenalan

terimalah tongkat ini,


yang telah kau tunggu untuk beberapa waktu.


Dan jadilah saksi aku akan memberi nama

tempat ini sebagai Gunung Giri. “


Setelah berpamitan Sunan Giri

melanjutkan perjalanan ke Demak Bintoro. 


Konon Wasingo tinggal di Gunung Giri

dan setelah meninggal menjelma sebagai singa


penunggu Gunung Giri.


0 komentar:

Post a Comment